Tuesday 21 February 2017

Pengisian Kekosongan Hukum Forex

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Yang Telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan Benar, serta tepat Pada waktunya. Makalah ini berjudul Penafsiran und Cara Mengisi Kekosongan Hukum. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca tentang penafsiran atau interpretasi hukum dan cara mengisi kekosonan hukum. Penulis c.......................... Penulis menyadari masih Banyak Kekurangan Yang Terdapat Pada Makalah Ini. Maka dari itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Selain itu, penulis mengharapkan kritik dan Saran Yang membangun sebagai masukan untuk perbaikan yang akan datang. Bandung, November 2013 A. latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial Yang dalam kehidupan sehari-hari memiliki banyak Aktivitas, tidak dipungkiri bahwa di dalam kehidupan Manusia memiliki banyak sekali masalah Yang berhubungan dengan hukum. Namun tidak semua masalah Yang ada di masyarakat sesuai dengan apa yang tercantum dalam peraturan perundang-Undangan, karena masalah Yang terjadi bersifat Dinamis artinya selalu berkembang. Sedangkan, peraturan Yang mengatur hal-hal Yang terjadi di masyarakat bersifat Statis dan formal, maksudnya tidak dapat begitu saja diganti apabila sudah tidak sesuai lagi. Oleh karena itu dibutuhkan Suatu sistem Yang menjamin kepastian hukum untuk hal-hal Yang belum atau tidak lagi sesuai dengan peraturan perundang-Undangan. Sistem Yang Dimaksud Adalah Penafsiran Hukum Yaitu Agar Masyarakat Mendapatkan Kepastian Hukum. Penafsiran hukum dilakukan oleh Hakim dalam menyelesaikan Suatu perkara Yang dihadapinya, khususnya apabila peraturan perundang-undangnya sudah ketinggalan zaman dan maamakai istilah-istilah Yang tidak jelas atau dapat menimbulkan penafsiran Yang berbeda. Hakim sebagai penegak hukum dan Keadilan Harus berusaha memberikan keputusan seadil-adilnya, tentunya dengan mengingat ketentuan hukum tertulis maupun tidak tertulis serta nilai-nilai hukum Yang hidup di masyarakat. Oleh karena itu, kita sebagai generasi Muda sangat Perlu mempelajari ilmu hukum untuk kita jadikan landasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari terutama Ketika terjadi peristiwa Yang tidak diatur dalam peraturan perundang-Undangan atau tidak diatur juga dalam kebiasaan atau norma-norma Yang ada di masyarakat. Hal itu Perlu untuk dipelajari karena menyangkut kehidupan kita di Lingkungan masyarakat Yang kebanyakan masyarakatnya Kurang mengetahui dan paham Akan hukum. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan penafsiran hukum 2. Bagaimana metode-metode penafsiran hukum 3. Bagaimana cara menerapkan metode penafsiran hukum 4. Bagaimana cara mengisi kekosongan hukum C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian Dari penafsiran hukum. 2. Untuk mengetahui macam-macam metoden penafsiran hukum beserta contohnya. 3. Untuk mengetahui als memahami cara menerapkan metode penafsiran hukum. 4. Untuk mengetahui cara mengisi kekosongan hukum. D. Manfaat Penulisan 1. Dapat mengetahui pengertian penafsiran hukum. 2. Dapat mengetahui macam-macam metoden penafsiran hukum beserta contohnya. 3. Dapat mengetahui als memahami cara menerapkan metode penafsiran hukum. 4. Dapat mengetahui cara mengisi kekosongan hukum. A. Penafsiran Hukum (Interpretasi Hukum) 1. Definisi Penafsiran Hukum Penafsiran atau interpretasi hukum peraturan Undang-Undang ialah mencari dan menetapkan pengertian Asen Dalil-Dalil Yang tercantum dalam Undang 8211 Undang sesuai dengan Yang dikehendaki serta Yang dimaksud oleh pembuat Undang-Undang (Soeroso , 2006: 97). Menurut Ridwan Halim (2005: 81) penafsiran hukum ialah Suatu upaya Yang Pada dasarnya menerangkan, menjelaskan, dan menegaskan, baik dalam arti memperluas maupun membatasi atau mempersempit pengertian hukum Yang ada, dalam rangka penggunaannya untuk memecahkan masalah atau persoalan Yang Sedang dihadapi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, penafsiran hukum sangat Penting mengingat isi Undang-Undang Yang Kadang tidak jelas susunan Katanya, dan tidak jarang mempunyai Lebih Dari satu arti. Oleh karena itu, penafsiran hukum terhadap undang-undang merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. 2. Metoden-Metode Penafsiran Hukum Terdapat beberapa metoden penafsiran atau interpretasi hukum, antara lain sebagai berikut: Penafsiran Tata Bahasa (Grammatikal) Penafsiran tata bahasa Yang disebut juga penafsiran objektif merupakan cara penafsiran yang paling Sederhana untuk mengetahui Makna ketentuan Undang-Undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya. Ketentuan undang-undang dijelaskan menurut bahasa sehari-hari yang umum. Hal ini tidak berryi bahwa hakim terikat erat pada bunyi kata-kata dari undang-undang, penafsiran menurut bahasa ini juga harus logis. Es verfügt über zahlreiche Ausstattungen, insbesondere Restaurant, Zimmerservice, Bar, 24-Stunden-Rezeption, Tennisplatz, Business Center, Wäscheservice, kostenlose Parkmöglichkeit, schnelles Ein - / Auschecken, Nichtraucherhotel, und der Hotelstil ist: Perbuatan terdakwa tidak merupakan penggelapan akan tetapi suatu kasus perdata. B. Penafsiran Sahih (Autentik atau Resmi) Penafsiran sahih atau autentik adalah penafsiran yang pasti terhadap artis kata-kata sebagaimana yang diberikan oleh pembentuk undang-undang. Contohnya, pada pasal 98 KUH Pidana. Malam Berarti Waktu Antara Matahari Terbenam Dan Matahari Terbit Dan Pada Pasal 97 KUH Pidana. Hari adalah waktu selama 24 störung dan yang dimaksud dengan bulan adalah waktu selama 30 hari. Penafsiran secara resmi berasal dari pembentuk undang-undang itu sendiri, bukan dari sudut pelaksana hukum yakni hakim. Dalam penafsiran ini, kebebasan hakim dibatasi. C. Penafsiran Historis Penafsiran geschichte merupakan penafsiran yang dilakukan dengan ketentuan hukum yang didasarkan pada jalannya sejarah yang mempengaruhi pembentukan hukum tersebut. Pewarisan historis terdiri atas dua macam, yaitu: 1) Sejarah hukum, yaitu suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara memahami undang-undang dalam konteks sejarah hukum. Pemikiran yang mendasari ditetapkannya metode ini adalah anggapan bahwa setiap undang-undang selral merupakan reaksi dari kebutuhan sosial yang memenuhi pengaturan. Setiap pengatur dapat dipandang sebaiai langkah dalam perkembangan sosial masyarakat sehingga langkah es ist maknanya diketahui. Hal ini meliputi semua lembaga yang terlibat dalam pelaksaaan undang-undang. 2) Sejarah Undang-Undang, yaitu penafsiran Undang-Undang dengan menyelidiki perkembangan Suatu Undang-Undang Sejak dibuat, perdebatan-perdebatan Yang terjadi di legislatif, Maksud ditetapkannya atau penjelasan Dari pembentuk Undang-Undang Pada Waktu pembentukkannya. Contohnya, Undang-undang Nr. 10 tahun 2004 tentang pembentukan perundang-undangan. Ketika dalam suatu materi undang-undang membutuhkan interpretasi maka salah satu metode digunakan adalah metode historis. Artinya meminta keterangan dari anggota Gesetzgebung yang menetapkan atau terlibat dalam proses pembentukan undang-undang sampai pada keputusan dalam lembaga legislatif. D. Penafsiran Sistematis Penafsiran sistematis merupakan penafsiran Yang didasarkan atas sistematika pengaturan hukum dalam berhubungannya antar Pasal atau ayat Dari peraturan hukum itu sendiri dalam mengatur masalahnya Masing-Masing. Contohnya, jika hendak mengetahui tentang sifat pengakuan anak Yang dilahirkan diluar perkawinan oleh orang tuanya tidak cukup hanya mencari ketentuan-ketentuan dalam KUHP perdata saja, tetapi Harus dihubungkan dengan Pasal 278 KUHP, yang berbunyi 8220barang Siapa mengaku seorang anak sebagai anaknya menurut KUHP perdata, padahal Diketahui bahwa ia bukan bapak dari anak tersebut, diancam dengan. 8221 e. Penafsiran Nasional Penafsiran nasional merupakan penafsiran yang menilik sesuai tidaknya hukum yang berlaku. Es ist Ihnen nicht erlaubt, Anhänge hochzuladen. Es ist Ihnen nicht erlaubt, Ihre Beiträge zu bearbeiten. F. Penafsiran Teleologis atau Sosiologis Penafsiran teleologis atau sosiologis merupakan penafsiran berdasarkan Maksud atau tujuan dibuatnya Undang-Undang tersebut, mengingat kebutuhan Manusia Semakin meningkat dan selalu berubah menurut masanya, sedangkan Bunyi Undang-Undang tetap dan tidak berubah. Contohnya, di Indonesien masih banyak peraturan Yang berlaku dan berasal Dari zaman kolonial sehingga untuk menjalankan perarturan tersebut, Hakim Harus dapat menyesuaikan dengan keadaan masyarakat Pada saat Sekarang ini. G. Penafsiran Ekstensif (Luas) Penafsiran eksternsif atau luas merupakan penafsiran Yang bersifat memperluas isi pengertian Suatu ketentuan hukum dengan Maksud Agar dengan memperluas tersebut, hal-hal Yang tadinya tidak termasuk dalam ketentuan hukum tersebut dan belum ada ketentuan hukum gelegen Yang mengaturnya, dapat dicakup oleh hukum Yang diperluas tersebut. Contohnya, pada Pasal 492 KUHP Pidana ayat (1) 8220barang Siapa dalam keadaan Mabuk di muka Umum merintangi lalu Lintas, atau mengganggu ketertiban, atau mengancam Datenschutz und Sicherheit orang gelegen, atau melakukan Suatu Yang Harus dilakukan dengan hati-hati atau dengan mengadakan tindakan penjagaan tertentu Lebih dahulu Agar Jangan membahayakan nyawa atau Kesehatan orang gelegen, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tiga ratus Tujuh Puluh lima Rupiah. H. Penafsiran Restriktif Penafsiran restriktif atau membatasi merupakan penafsiran Yang membatasi pengertian Suatu ketentuan hukum dengan Maksud Agar dengan pembatasan tersebut, ruang lingkup pengertian ketentuan hukum tersebut tidak lagi Menjadi terlalu luas sehingga kejelasan, ketegasan, dan kepastian hukum Yang terkandung didalamnya Akan Lebih mudah diraih. Contohnya, menurut interpretasi grammatikalischen kata 8220tetangga8221 dalam pasal 666 KUHP Perdata dapat diartikanisch setiap tetangga termasuk seorang penyewa dari perkarangan tetangga sebelah. Kalau tetangga ditafsirkan tidak termasuk tetangga penyewa, ini merupakan interpretasi zurückhaltend. ich. Penafsiran Analogis Penafsiran Analogis merupakan Penafsiran Yang Mitglied Mitglied tafsiran pada peraturan hukum dengan mengibaratkan pada kata-kata tersebut sesuai dengan hukumnya. Seumega suitu peristiwa yang sebenarnya tidak dimasukkan, lalu dianggap sesuai dengan peraturan tersebut. Contohnya, Pasal 362 KUH Pidana yakni barang Siapa 8220mengambil8221 barang sesuatu Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang gelegen, dengan Maksud untuk memiliki Secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana Penjara paling Lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus Rupiah. Atas kasus pencurian menyambung von aliran listrik, maka von 8220menyambung8221 von aliran listrik von dianalogikan atau von dianggap von sama dengan von 8220mengambil8221 von aliran listrik. J Penafsiran ein Kontrario Penafsiran ein Kontrario merupakan penafsiran yang berdasarkan pengertian atau kesimpulan yang bermakna sebaliknya dari isi pengertian ketentuan hukum yang tersurat. Contohnya, pasal 34 KUH Perdata menyatakan bahwa seorang wanita tidak diperbolehkan kawin lagi sebelum waktu 300 hari sejak saat perceraian. Apakah seorang Laki-laki juga menunggu Waktu 300 hari Berdasarkan metode contrario maka dapat dikatakan bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi seorang Laki-laki, karena masalah Yang dihadapi tidak diliputi atau tidak termasuk dalam Pasal atau masalahnya berada di luar Pasal 34 KUH perdata. Pasal 34 KUH Perdata tidak menyebutkan apa-apa tentang laki-laki tetapi khusus ditunjukkan untuk wanita. 3. Cara Menerapkan Metode Penafsiran Dalam melaksanakan penafsiran peraturan perundang-Undangan pertama-Tama Harus selalu dilakukan penafsiran grammatikal, karena Pada hakikatnya untuk memahami teks peraturan perundang-Undangan Harus dimengerti Lebih dahulu arti Katanya. Apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik atau penafsiran resmi yang ditafsiran oleh pembuat undang-undang itu sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan penafsiran Historis, penafsiran sistematis, penafsiran Nasional, penafsiran teleologis atau sosiologis, penafsiran ekstensif, penafsiran restriktif, penafsiran Analogis dan penafsiran contrario. B. Pengisian Kekosongan Hukum 1. Hakim Memenuhi Kekosongan Hukum Dalam penyusunan peraturan perundang-Undangan Pada kenyataan memerlukan Waktu Yang Lama, sehingga Pada saat peraturan perundang-Undangan tersebut dinyatakan berlaku namun hal-hal atau keadaan Yang hendak diatur oleh peraturan perundang-Undangan tersebut justru Sudah berubah. Selain itu, kekosongan hukum dapat terjadi apabila hal-hal atau keadaan belum diatur dalam peraturan perundang-Undangan, atau sudah diatur dalam peraturan perundang-Undangan namun tidak jelas atau tidak Lengkap. Peraturan perundang-Undangan Yang berlaku disuatu negara dalam Suatu Waktu tertentu merupakan Suatu sistem Yang formale sehingga Sulit untuk mengubah atau mencabutnya, meskipun hal-hal atau keadaan masyarakat sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundang-Undangan tersebut. Penegakan dan penerapan hukum khususnya ind Indonesien seringkali menghadapi kendala dengan perkembangan masyarakat. Berbagai kasus yang terjadi dimasyarakat, telah menggambarkan sulitnya penegak hukum atau aparat hukum mencari karawachel hukum dapat sejalan dengan norma yang ada. Namun perkembangan masyarakat lebih cepat daripada perkembangan peraturan perundang-undangan. Kenyataannya hukum atau peraturan perundang-Undangan Yang dibuat tidak mencakup seluruh masalah Yang terjadi dalam masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. Berkaitan dengan fenomena tersebut, Hakim dituntut untuk memperbaiki Undang-Undang tersebut, Agar sesuai dengan kondisi riil (kenyataan) kehidupan Yang berkembang dalam masyarakat. Hakim sebagai pemegang kekuasaan yudikatif berkewajiban memberikan pertimbangan dalam pelaksanaan peraturan perundang-Undangan Yang berlaku sebagai peraturan Umum. Dalam memberikan pertimbangan, adakalanya hakim menambahkan peraturan perundang-undangan, maka hal ini berarti hakim memenuhi ruang kosong (leemten) dalam sistem bukum formale dari Tata Hukum yang berlaku (Kansil, 1989: 70). Hal ini mengandung konsekuensi bahwa Hakim dapat dan wajib memenuhi kekosongan Yang terjadi dalam sistem hukum, dengan Catatan bahwa perubahan tersebut tidaklah membawa perubahan Yang mendasar (prinsipil) Pada sistem hukum Yang berlaku. ein. Konstruksi Hukum Konstruksi hukum dapat dilakukan apabila Suatu perkara Yang diajukan kapada Hakim, namun tidak ada ketentuan Yang mengatur perkara tersebut meskipun Telah dilakukan penafsiran hukum, sekalipun Telah ditafsirkan menurut bahasa, Sejarah, sistematis dan sosiologis. Begitu juga apabila perkara tersebut tidak terselesaikan von hukum kebiasaan atau hukum adat. Dalam hal itu, Hakim Harus memeriksa Kembali sistem hukum Yang Menjadi dasar Lembaga hukum tersebut, apabila dalam beberapa ketentuan mengandung kesamaan, maka Hakim membuat Suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) Yang mengandung persamaan. Membuat pengertian hukum adalah Suatu perbuatan Yang bersifat mencari Asen hukum Yang Menjadi dasar peraturan hukum Yang bersangkutan, adalah Konstruksi hukum. Konstruksi hukum tidak dapat diadakan Secara sewenang-Wenang, Harus didasarkan atas pengertian hukum Yang ada dan dalam Undang-Undang Yang bersangkutan. Konstruksi hukum tidak boleh didasarkan atas analisir-analisir (Elemen-Verput) Yang diluar sistem Materi positif (Scholten, dalam Soeroso, 2006: 111). Dalam kostruksi hukum terdapat tiga bentuk yang meliputi analoge, penghalusan hukum dan argumentum ein contrario. 1).......................................................... Menganalogi merupakan penciptaan konstruksi baru, mempunyai prinsip kesamaan permasalahan dengan analisir yang berlainan. Pada prinsipnya anali berlaku untuk masalah-masalah hukum perdata. Sedangkan un.................................... Pasal tersebut menegaskan, bahwa seseorang tidak dapat dihukum, selain atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang. 2) Penghalusan Hukum Penghalusan hukum dalam bahasa Belanda disebut rechtsverfijning. Yang berasal dari kata fijn yang berarti halus. Menurut bahasa Inggris, tindakan penghalusan hukum lazim disebut Verfeinerung des Gesetzes. Penghalusan hukum ialah memperlakukan hukum sedemikianischer Rupa (secara halus) sehingga seolah-olah tidak ada pihak yang disalahkan. Sifar Dari Penghalusan Hukum Adalah Tidak Mencari Kesalahan Daripada Pihak Dan apabila Suatu Pihak Disalahkan Maka Akan Timbul Ketegangan. Namun Prof. Sudikno Mertokusumo (2006: 71) lebih memilih istilah penyempitan hukum. Penyempitan hukum bukan merupakan argumentasi untuk membenarkan rumusan peraturan perundang-undangan. Kalau tidak dirumuskan secara halus, maka rumusan dalam peraturan perundang-undangan terlalu luas. Berdasarkan tujuannya, hukum tidak boleh menyelesaikan suatu perkara seca tidak adil atau tidak sesuai dengan realitas sosial. Nam....................................... Dalam hal ini, hakim terpaksa mengeluarkan perkara tersebut dari lingkungan peraturan tadi, dan selanjutnya menyelesaikan perkara menurut kaidah yang ia buat sendiri. Peruanischen mengeluarkan peraturan itulah yang oleh Utrecht disebut penghalusan hukum. Contohnya, apabila, terjadi, tabrakan, antara, motor, dengan, motor, yang, mengakibatkan, keduanya, mengalami, kerusakkan, parah. Keduanya Sama-Sama Salah Dan Harus Membran-Ganti Rugi Sehingga Terjadi Suatu kompensasi. 3) Umkehrschluss (Pengungkapan Secara Berlawanan) Penafsiran ein Contrario adalah penafsiran Undang-Undang Yang didasarkan atas pengingkaran artinya berlawanan pengertian antara soal Yang dihadapi dengan soal Yang diatur dalam Suatu Pasal dalam Undang-Undang. Bettasarkan pengingkaran ini ditarik kesimpulan bahwa masalah perkara yang dihadapi tidak termasuk pasal yang dimaksud, masalahnya berada diluar peraturan perundang-undangan. Penafsiran contrario bertolak Belakang dengan penafsiran Analogis Yang juga merupakan Suatu Konstruksi hukum dengan Maksud mengisi kekosongan dalam sistem Undang-Undang. Berikut merupakan perbedaan antara penafsiran ein kontrario als penafsiran analogis. Selen itu, ada beberapa persamaan antara penafsiran analogis dengan penafsiran ein contrario yaitu sebagai berikut. a) Penggunaan Undang-Undang Secara analogi dan Umkehrschluss Sama-Sama berdasarkan Konstruksi hukum, b) Kedua cara tersebut Sama-Sama dapat dipergunakan untuk menyelesaikan Suatu masalah, c) Kedua cara tersebut sama diterapkan sewaktu Pasal dalam peraturan perundang-Undangan tidak menyebut Masalah yang dihadapi (terdapat leemten di dalam peraturan perundang-undangan), d) Maksud dan tujuan antara dua cara tersebut ialah sama untuk mengisi kekosongan di dalam undang-undang. Contohja, Mochtar dan Arief Sidharta Mitgliedsname contoh pajak bumi dan bangunan (PBB). Dalam halb halber tertentu si pemilik tidak mempunyai penghasilan lain selain tanah dan bangunan. Tanah itu Wortspiel tidak bisa digarap karena ia sudah tua. Mengharuskan ia membayar PBB akan menyebabkan ketidakadilan yang lebih besar dibanding menerapkan undang-undang PBB secara kaku. 1. Penafsiran hukum merupakan Suatu upaya Yang Pada dasarnya menerangkan, menjelaskan, dan menegaskan, baik dalam arti memperluas maupun mempersempit pengertian hukum Yang ada, dalam rangka penggunaannya untuk memecahkan masalah atau persoalan Yang Sedang dihadapi. 2. Penafsiran hukum memiliki beberapa metode yaitu. penafsiran tata bahasa (garammatikal), penafsiran Sahih (autentikresmi), penafsiran Historis, penafsiran sistematis, penafsiran Nasional, penafsiran teleologissosiologis, penafsiran ekstensif (luas), penafsiran restriktif, penafsiran Analogis, serta penafsiran contrario. 3. Hakim yang memegang kekuasaan yudikatif, ia berkewajiban memberikan pertimbangan dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pertimbangan, hakim dapat menambahkan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti bahwa hakim memenuhi kekosongan hukum dalam sistem hukum formale dari tata hukum yang berlaku. 4. Konstruksi hukum tidak boleh didasarkan atas analisir-analisir yang di luar sistem materi positif. Konstruksi hukum terdapat tiga bentuk yang meliputi analoge, penghalusan hukum dan argumentum ein contrario. Hakim merupakan pemegang kekuasaan yudikatif, ia memiliki tanggung jawab untuk mempertimbangkan pelakasanaan peraturan perundang-undangan. Oleh karena es, diharapkan hakim untuk bersikap adil dan lebih bijak dalam mengahadapi suatu kasus yang terjadi di masyarakat tanpa memandang siapa yang sedang diadilinya. Kansil, C. S.T. (1989). Pengantar Ilmu Hukum und Tata Hukum Indonesien. Jakarta: Balai Pustaka. Soeroso, R. (2006). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Blog Ilmu Hukum A. latar Belakang Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengembanan hukum Secara ilmiah dan Secara praktikal. Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi terhadap situasi-situasi problematikal Yang dipaparkan orang dalam peristilahan hukum berkenaan dengan dengan Pertanyaan-Pertanyaan hukum (rechtsvragen), konflik-konflik hukum atau sengketa-sengketa hukum. Penemuan hukum diarahkan pada pemberian jawaban (penafsiran) terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dan hal peinlich penyelesaian-penyelesaian terhadap sengketa-sengketa konkret. Terkait padanya antara diajukan Pertanyaan-Pertanyaan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum, dan Pertanyaan-Pertanyaan tentang Makna Dari fakta-fakta Yang terhadapnya hukum Harus diterapkan gelegen. Penemuan hukum berkenaan dengan hal menemukan penyelesaian-penyelesaian dan jawaban-jawaban berdasarkan kaidah-kaidah hukum. B. Rumusan Permasalahan 1. Apakah pembentukan hukum itu 2. Bagaimana cara menafsirkan hukum 3. Bagaimana Hakim mengisi kekosongan hukum C. Tujuan Penulisan Untuk mengetahui bagaimana tata cara Hakim menanggulangi Ketika perkara itu terjadi dan perkara itu tidak ditafsirkan di dalam peraturan perundang-Undangan maka Tindakan hakim härus melihat kebiasaan masyarakat serta taschenaimana cara menafsirkan Hukum. 1. Penemuan Hukum Terlepas Dari tidak wajibnya mengikuti presiden diacunya yurisprudensi Kuat bagi penyelesaian sengketa serupa menunjukan bahwa tugas Hakim bukan sekedar menerapkan Undang-Undang. Melalui putusannya yang menjadi yurisprudensi kuat hakim juga membran hukum. Hal itu terjadi apabila ada perkara Yang penyelesaiannya tidak dapat dihindari karena terminologi (Peristilahan kata-kata) Yang digunakan tidak jelas., Undang-Undang tidak mengatur masalah Yang dihadapi atau Undang-Undang Yang ada bertentangan dengan situasi Yang dihadapi. Seorang ahli hukum Harus Mampu berperan dalam menetapkan atau menentukan apa yang akan merupakan hukum dan apa yang bukan hukum, walaupun peraturan perundang-Undangan Yang ada tidak dapat membantunya. Tindakan seorang ahli hukum dalam situasi semacam itulah Yang dimaksudkan dengan pengertian penemuan hukum atau Rechtsvinding 2. Pembentukan hukum Pembentukan hukum di Indonesien Telah diatur jenis, hierarkinya oleh Undang-Undang Republik Indonesien Nomor 12 Jahr 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pembentukan hukum di dunia ini terbentuk karena adanya masyarakat, Ketika ada Suatu perbuatan Yang tidak layak atau tidak berkeperimanusiaan disitulah hukum terbentuk. Hukum berkaitan dengan Manusia sebagai Manusia, dimana Manusia memenuhi tugasnya di dunia ini dengan menciptakan aturan hidup atau cara hidup bersama Yang baik yakni Secara Nasional dan moralischen, dengan bertumpu Pada hak-hak Manusia. Jadi setiap manusia von dunia ini pasti von memiliki aturan untuk hidup. Contohnya. Bangun pagi, bangun pagi sudah ada aturanny dan kita sendiri yang buat aturan tersebut. Pembentukan hukum didunia telah mengacu pada yurisprudensi yang memilikisystem hukum yang berlaku di dunia diantaranya: ein. Zivilrecht system (Eropa continental) Zivilrecht system adalah tidak ada hukum selain undang-undang atau hakim menjadi corong undang-undang. Artinya setiap Dahlie-Sahne-Sahne-Unterwäsche-Unterwäsche-Unterwäsche. B. Common Law-System (Hukum tidak tertulis) Common Law System mengacu kepada yurisprudensi (keputusan Hakim terdahulu dijadikan dasar atau acuan didalam menyelesaikan Suatu perkara. Hakim tidak mengacu kepada Undang-undnag tetapi melalu kebiasaan, karena adakalanya peristiwa itu tidak ada ditafsirkan di dalam Undang-Undang . c. Sistem hukum islam bersumber kepada Al-Quran-System hukum islam. Maksudnya setiap peraturan sudah ada di dalam Al-Quran biasanya yang menganut System ini adalah orang arab. 3. Penafsiran Dan Cara Pengisian Kekosongan Hukum Penafsiran hukum adalah mencari dan (Interpretensi) menetapkan pengertian atas isi atau Dalil-Dalil yang tercantum dalam Undang-Undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang oleh pembuat Undang-Undang Cara Penerapan Metode Penafsiran dimaksud. pembuat Undang-Undang tidak menetapkan Suatu sistem tertentu yang Harus di jadikan pedoman bagi hakim dalam menafsirkan Undang-Undang. Oleh karena itu hakim bebas dalam melakukan penafsiran. Sedapat mungkin semua metode penafsiran semua dilakukan, Agar didapat Makna-Makna yang tepat. Apabila semua metode tersebut tidak menghasilkan Makna Yang Sama, maka wajib di ambil metode penafsiran Yang membawa Keadilan setinggi-tingginya, karena memang Keadilan itulah Yang di jadikan sasaran pembuat Undang-Undang Pada Waktu mewujudkan Undang-Undang Yang bersangkutan. Kekosongan Hukum terjadi apaba perkara yang terjadi tidak ada satupun cara hukum yang bisa menanggulanginya dan perkara tersebut tidak ada di dalam undang-undang. Hakim mengisi kekosongan hukum apabila perkara Yang diajukan kepadanya tidak ada ketentuan-ketentuan Yang berlaku dalam peraturan perundang-Undangan meskipun sudah ditafsirkan menurut bahasa, Sejarah, sistematis dan sosiologis. Konstruksi hukum Adalah Hakim Membran Suatu Pengertian Hukum (Rechsbergrip) Yang Mengandung Persamaan. Ketika perkara Yang diajukan tidak ada ketentuan Yang jelas di dalam Undang-Undang maka Hakim Harus membuat keputusan dengan mengambil kesimpulan Dari segala perkara dan Hakim Harus senantiasa dapat memberikan penjelasan, penambahan, atau melengkapi peraturan perundang-Undangan Yang ada, dikaitkan dengan perkembangan Yang terjadi di Dalam masyarakat. Hal ini perlu dijalankan sebab adakalanya pembuat Undang-undang (wetgever) tertinggal oleh perkembangan perkembangan didalam masyarakat. Makakummen hakim mengisi kekosongan Hukum. 1. Macam-macam cara penafsiran hukum: a. Dalam pengertian subyektif als obyektif. Dalam pengertian Objektif Yang beristilah 8220inilah Yang terjadi, maka inilah akibatnya8221 maksudnya adalah peristiwa-peristiwa Yang mungkin terjadi di dalam masyarakat setelah peristiwa atau perkara itu terjadi maka dibuatlah ketentuan dan akibat-akibat berdasarkan Undang-Undang. Inhaltsverzeichnis: Pencurian, Karena pencurian merupakan tindak pudana yang tidak bermoral maka dibuatlah hukum atas kasus pencurian. Dalam pengertian Subjektif ialah Hukum Yang sudah di buat ketentuannya dan sudah ada sanksi Yang menyatakan setiap perbuatan Yang melanggar hukum sudah ada akibatnya. Jadi di dalam system objektiv sudah dijelaskan sebelum peristiwa esu terjadi sudah ada ketentuan-ketentuan hukumnya. Jadi ketika sesorang telah melakukan pelanggaran hukum maka akan diberi sanksi seperti yang diterapkan di dalam undang-undang. B. Berdasarkan sumbernya penafsiran Bersifat: 1. Otentik Ialah penafsiran untuk melakukan penjelasan hukum yang diberikan oleh pembuat undang-undang. Penafsiran ini mengikat umum karena sebelum dilakukan hukum maka harus ditafsirkan terlebih dahulu kepada masyarakat (umum). 2. Doktrinair ialah penafsiran yang didapat dalam buku-buku als hasil-hasil karya karya para ahli. Hakim tidak terikat karena penafsiran ini hanya memiliki nilai teoretis (Pemikiran). 3. Hakim Penafsiran Yang bersumber Pada Hakim (peradilan) hanya mengikat pihak-pihak Yang bersangkutan dan berlaku bagi kasus-kasus tertentu (Pasal 1917 ayat (1) KUH perdata. 2. Macam-Macam metode Penafsiran Supaya dapat mencapai kehendak dan Maksud pembuat Undang - undang serta dapat menjalankan Undang-Undang sesuai dengan kenyataan sosial maka hakim dapat menggunakan beberapa cara penafsiran (interpretative methoden) antara Lain sebagai barikut: a. Penafsiran Secara tata bahasa (Grammatikal) Penafsiran Secara tata bahasa, yaitu Suatu cara penafsiran Undang-Undang menurut arti perkataan (istilah) yang terdapat dalam Undang-Undang yang bertitik Tolak pada arti perkataan 8211perkataan dalam hubunganya satu sama gelegen dalam Kalimat Kalimat yang di Pakai dalam Undang-Undang. Dalam hal ini hakim wajib mencari arti kata-kata yang lazim di Pakai dalam bahasa sehari-hari yang Umum, oleh karena itu di pergunakan kamus bahasa atau meminta bantuan padapara ahli bahasa contohnya. Suatu peraturan perundang-Undangan melarang orang untuk memparkir kendaraanya di Suatu Tampat tertentu. Peraturan tersebut tidak menjelaskan apakah Yang dimaksud dengan istilah 8220kendaraan8220 itu. Apakah Yang di Maksud kendaraan hanyalah kendaraan bermotor atau termasuk juga Sepeda dan becak. dalam hal ini sering penjelasan kamus bahasa atau menurut keterangan para ahli bahasa belum dapat memberikan kejelasan tantang pengertian kata Yang di Maksud dalam Undang-Undang tersebut. Oleh karena esu hakim harus pula mempelajari kata yang bersangkutan dengan peraturan yang lain. B. Penafsiran Sistematis Penafsiran sistematis adalah Suatu penafsiran Yang menghubungkan Pasal Yang satu dengan Pasal-Pasal Yang gelegen dalam Suatu perundang-Undangan Yang bersangkutan atau Pada perundang-Undangan hukum Verschiedenes atau membaca penjelasan Suatu perundang 8211undangan, sehingga kita mengerti apa Yang di Maksud. Misalnya dalam peraturan perundang-Undangan perkawinan Yang mengandung azaz Monogamie sebagai mana di atur dalam Pasal 27 KUH perdata Menjadi dasar bagi Pasal 34,60,64,68 KUH perdata dan 279 KUH Pidana. C. Penafsiran Historis Penafsiran historis adalah menafsirkan undang-undang denganen cara melihat sejarah terjadinya suatu undang-undang itu dibuat. Penafsiran ini ada 2 macam: ein. Sejarah hukumnya yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut. Sejarah terjadinya hukum dapat diselidiki Dari memori penjelasan, laporan-laporan perdebatan dalam DPR dan surat menyurat antara Menteri dengan komisi DPR Yang bersangkutan. B. Sejarah undang-undangnya yang diselidiki maksunya Pembentuk Undang-undang pada waktu Membran undang-undang itu misalnya di denda 25 f, - sekarang ditafsirkan dengan uang RI, sebab harga barang lebih mendekati pada waktu KUHP itu di buat. D. Penafsiran Sosiologis (Teleologis) Pada hakikatnya suatu penafsiran UU yang di mulai dengan cara grammatik selal harus di akhiri dengan penafsiran sosiologis. kalau tidak demikian maka tidak mungkin hakim dapat membuat suatu keputusan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan hukum di dalam masyarakat. Sehingga dengan demikian penafsiran sosiologis adalah penafsiran yang disesuaikan dalam keadaan masyarakat. Misalnya di Indonesia masih banyak peraturan yang berlaku yang berasal dari zaman colonial, sehingga untuk menjalankan peraturan itu hakim harus dapat menyesuaikan dengan keadaan masyarakat Indonesia pada saat sekarang. A. Kesimpulan 1. Pembentukan hukum merupakan system hukum yang di pakai di Indonesia dan hukum yang di tafsirkan di Indonesia. Masyarakat mememakai system hukum civil law system, common law system dan hukum islam. Diantara ketiga system ini Indonesia menganut ketiganya tetapi Civil law yang lebih menganut ke system hukum Indonesia ini. 2. Cara menafsirkan hukum ialah dengan cara grametikal (tata bahasa) dimana disini sebulum hukum itu di tafsirkan kita harus terlebih dahulu mengetahui system tata bahasanya. Kemudian dengan cara sistematis dimana kita harus bisa menggabungkan antara pasal satu dengan pasal yang lainnya. Kemudian system historis penafsiran dengan cara melihat sejarah terjadinya undang-undnag itu. kemudian dengan cara sosiologis dimana penafsiran ini harus mengetahui keadaan masyarakat. 3. Hakim mengisi kekosongan hukum disaat perkara yang ditanganinya tidak ada peraturan undang-undang yang bersangkutan didalam perkara tersebut. Sehingga hakim akan melakukan pengisian kekosongan hukum dengan cara melihat kebiasaan masyarakat. 1. Hakim merupakan pemegang kekuasaan yudikatif, ia memiliki tanggung jawab untuk mempertimbangkan pelakasanaan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, diharapkan hakim untuk bersikap adil dan lebih bijak dalam mengahadapi suatu kasus yang terjadi di masyarakat tanpa memandang siapa yang sedang diadilinya. 2. Setiap ada perkara memang harus ditafsirkan terlebih dahulu hukum itu sebelum dibuat tindakan. 3. Perkara di dunia ini memang sangat banyak hingga hukum bersifat dinamis ( tidak menetap ) agar hukum kita bersifat tetap perkara didunia harus kita kurangi dengan memperhatikan kebiasaan masyarakat.


No comments:

Post a Comment